yangkomited untuk menjadikan Palestine tempat tinggal orang Yahudi. "Did you come to visit the Holy datang untuk melawat masjid Aqsa mosque, or to bid Suci Al Aqsa, atau mengucapkan perpisahan sebelum ia hilang!" a poem to the leadership in 1935. A poem dripping with irony. "Oh, you sincere patriots. menyampaikan sebuah puisi Insidenini bereskalasi menjadi serangan terhadap jemaah yang tengah beribadah di Masjid Al-Aqsa dan pembubaran jemaah-jemaah lainnya di Jerusalem Timur, Jumat (7/5/2021). Tembakan peluru karet, gas air mata, serta granat kejut melukai jemaah yang bertahan di dalam masjid. Merespons situasi di Palestina yang memanas, Aksi Cepat Tanggap (ACT Jakarta- . Kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem menjadi lokasi bentrok antara demonstran Palestina dan polisi Israel beberapa waktu lalu. Kekerasan yang dilakukan polisi Israel membuat lebih dari DilansirAFP, Minggu (9/5/2021) lebih dari 200 orang terluka ketika polisi anti huru-hara Israel bentrok dengan warga Palestina di kompleks masjid Al-Aqsa Jumat malam. Peristiwa ini menutup Dalammimpi itu, tampak muslim Indonesia sangat banyak. Mereka tiba di Palestina dan bertempur melawan Israel. Peperangan demi peperangan dimenangkan oleh muslim Indonesia itu. Mereka tidak dapat dilawan. Hingga akhirnya, Israel pun takluk di tangan wajah-wajah asing itu. "Mereka (orang-orang Indonesia) itu datang bagai air bah, mereka Salahsatu pendakwah kondang Indonesia, Aa Gym, juga mengungkapkan kesedihannya melalui unggahan Instagram, Rabu (12/5/2021). Pengasuh Pesantren Daarut Tauhid ini juga membagikan doa bagi para penjaga Masjid Al-Aqsa. "Sahabat yang baik, jangan pernah putus untuk mendoakan saudara-saudara kita di palestina di setiap sholat kita. . Baca Juga Rektor UIBA Palembang Tarech Rasyid Isbedy Memaknai Kepulangan Buku Ketika Aku Pulang Karya Isbedy Stiawan Masuk UIBA Palembang Esok Malam, Puisi Minyak Goreng Diluncurkan PUISI akan selalu "berpihak", sekecil apa pun. Keberpihakan karya puisi juga kesenian umumnya tentu pada kemanusian dan keadilan. Itulah napas keberpihakan seniman Lampung menyikapi nasib Palestina yang bebeberapa hari terakhir dibombardir serdadu Israel. Bahkan saat menjelang Idul Fitri 1442 H. Kepedulian seniman Lampung yang diprakarsai Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS bekerja sama dengan Pondok Santap Taman Untung, tadi malam 22/5/2021 menghadirkan Syaiful Irba Tanpaka, Agusri Junaidi, Erika Novalia Sani, Muhammad Alfariezie, Sekretaris Dewan Masjid Indonesia Lampung H. Imam Asyrofi, Isbedy Stiawan ZS, Fitri Angraini dosen UIN Radin Intan, Fajrun Najah Ahmad, Yurie Arsyad Temenggung, dan Muchlas E Bastari. Para seniman, aktifis, dan politisi Lampung itu sepakat mendukung Palestina dan mendoakan agar perang di Jalur Gaza segera dihentikan. Mereka mengutuk Israel yang dinilai brutal dan dzalim terhadap rakyat Palestina. "Kita dukung Palestina agar merdeka karena sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," ujar Erika Novalia Sani, direktur Lamban Sastra pada testimoni sebelum membaca puisi "Palestina Kita Berpelukan" karya Isbedy Stiawan ZS. Sementara Fajar, panggilan akrab Fajrun Najah Ahmad, bercerita pengalamannya langsung ke Yerussalem pada 2018. Ia menjelaskan nasib rakyat Palestina benar-benar memprihatinkan. "Anak-anak Palestina untuk menjual hasil kerajinannnya harus hati-hati karena jika ketahuan tentara Israel akan ditangkap dan barang jualannya dirampas," cerita Fajar. Isbedy juga menguatkan dukungan Indonesia sudah dinyatakan Soekarno, bapak pendiri dan proklamator pada 1960. "Jadi jelas sekali NKRI mendukung kemerdekaan Palestina. Dengan demikin, kita mengutuk zionis Israel," tandas pengampu Lamban Sastra itu. Penyair berjuluk Paus Sastra Lampung duet dengan istrinya, Fitri Angraini, membacakan puisi "Burung Burung dari Surga". Lalu penyair Agusri Junaidi membacakan puisi tentang Palestina dari buku puisinya "Wajah Musim". Syaiful Irba Tanpaka membacakan puisi "Doa Serdadu Sebelum Perang", Muhammad Alfariezie membacakan puisi "Bagaimana Mungkin Aku Melupakanmu" karya Taufiq Ismail, dan Yurie Arsyad membacakan puisi terjemahan karya penyair Rusia. Berikut puisi Isbedy Stiawan ZS, yang diakuinya terinspirasi dari berita di youtube ihwal kawanan burung di langit Yerussalem dan seekor burung tengah mencabik-cabik bendera Isrel Isbedy Stiawan ZS BURUNG-BURUNG SURGA lalu burung-burung surga memasuki kota itu dan mengoyak bendera dengan paruhnya sebagai pertanda apakah kau bisa berpikir jika punya akal? tapi, Allah telah menetapkan pada bani israel sebagai orangorang yang mesti meninggalkan rumah lalu pulang menjarah dan menjajah seperti dinubuat, mereka usir para nabi setiap kitab yang datang padanya selalu diingkari demi menegakkan ajaran dan ujaran dari nenekmoyang ihwal sapi yang mesti dikurbankan soal Musa, Yakub, ataupun Isa yang ditolak risalahnya di tanah Al-Quds ini, bahkan Yesus disalib untuk menebus dosa seluruh umat kenapa Kau tak berpikir jika Allah memberi akal? * inilah Al-Quds, sebuah negeri yang telah disucikan selain Mekah tanah yang pernah disinggahi Muhammad saat hijrah, sebelum ke muntaha jejak-jejak para nabi di sini membekas sebagai sejarah kelam manusia sebab selalu ingkar dan suka menumpahkan darah ingatlah, bagaimana Musa diburu ingin dibunuh; Allah menyelamatkan tongkat Musa membagi dua lautan Yesus disalib lalu diarak ke Golgota “Eli Eli, lama Isa agani?” lalu makin lengkap habis marwah Bani Israel; diusir dari negeri sendiri tiada lagi tanah kelahiran; menjadi ahasveros tak mengenal jalan ke rumah apakah Kau tak berpikir jika punya akal? sampai mereka temukan peta itu kampung di mana dulu nenek moyangnya menetap sebagai bangsa pembangkang dan selalu membuat kerusuhan berulang-{ulang Palestina jadi sasaran sebagai negeri yang mesti direbut untuk meluaskan kekuasaan berulangulang Al-Aqsa ingin dihancurkan demi menghapus sejarah masa lampau tapi apakah mereka tak berpikir Allah semakin menghidupkan cahaya itu? lihatlah burung-burung surga dikirim lalu mencabik bendera hingga tidak bertanda; seperti itu wajah israel di mata Allah di hati bangsa-bangsa yang mengerti makna kemanusiaan 2021 Baca Juga Rektor UIBA Palembang Tarech Rasyid Isbedy Memaknai Kepulangan Buku Ketika Aku Pulang Karya Isbedy Stiawan Masuk UIBA Palembang Esok Malam, Puisi Minyak Goreng Diluncurkan Isbedy Stiawan ZS puisi Herman Batin Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu Tapi azan Masjid Al-Aqsa yang merdu Serasa terdengar di telingaku Bait di atas merupakan potongan puisi berjudul “Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu” karya Taufik Ismail. Puisi ini berhasil menghipnotis puluhan kepala negara ketika dibacakan pada jamuan makan malam kenegaraan jelang KTT Luar Biasa soal Palestina dan Al-Quds Al-Syarif di Jakarta, pada 6 Maret 2016. Puisi tersebut menceritakan tentang Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam yang terus dihinakan oleh Zionis melalui agenda Yahunisasi yang mereka lakukan, yang hingga detik ini tidak kunjung usai.[1] Masjid Al-Aqsa merupakan sebutan untuk kompleks suci seluas 35 hektar yang terletak di Kota Tua Al-Quds. Al-Aqsa merupakan masjid yang istimewa, bahkan kelebihan masjid ini langsung disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 1. سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Kompleks Masjid Al-Aqsa Sumber Ayat tersebut mengisahkan peristiwa Isra’ Mi’raj yang merupakan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram, menuju Masjid Al-Aqsa, kemudian menuju ke Sidratul Muntaha atau langit ke tujuh tempat singgasana Allah berada. Peristiwa tersebut terjadi tidak lama setelah hijrahnya Rasulullah ke Madinah yaitu pada 27 Rajab tahun ke-7 Hijriyah. Di dalam ayat ini, dijelaskan bahwa dipilihnya Masjid Al-Aqsa sebagai tempat pijakan Rasulullah sebelum Mi’raj bukanlah tanpa alasan. Al-Aqsa dipilih karena berbagai keutamaan, terutama keberkahannya. Secara bahasa, kata barakah memiliki arti kebahagiaan, pertumbuhan, dan kenikmatan, sedangkan secara istilah, barakah memiliki arti keberkahan yang membawa kekuatan untuk mendapatkan kelapangan hidup dan adanya nilai tambah berupa amal saleh yang memberikan dampak positif terhadap kehidupan. Di dalam tafsir Al-Munir, keberkahan Al-Aqsa yang dimaksud pada ayat ini adalah keberkahan agama dan keberkahan dunia. Keberkahan agama karena Al-Aqsa merupakan tempat para nabi alaihimussalam berdoa, sedangkan keberkahan dunia karena wilayahnya dikelilingi oleh sungai-sungai, tumbuh-tumbuhan, dan buah-buahan yang menjadi sebab berlangsungnya kehidupan. Akan tetapi, kata barakah yang mendefinisikan kebahagiaan, kenikmatan, dan kebaikan tersebut pada kenyataannya tidak sejalan dengan apa yang terjadi di Masjid Al-Aqsa seperti yang tergambar pada potongan puisi Taufik Ismail. Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki Bagai kelakuan reptilia bawah tanah Dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua Serasa runtuh lantai papan surau Tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan Yang air gunungnya bening kebiru-biruan Kini ditetesi air mataku. Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu Al-Aqsa telah menjadi wilayah yang diperebutkan sejak waktu yang sangat lama. Pada 1947, PBB menetapkan Partition Plan yang membagi wilayah Palestina menjadi dua, yaitu 55 persen untuk umat Yahudi, sementara umat Islam hanya mendapatkan 45 persennya. Sementara itu, kota Al-Quds yang merupakan tempat berdirinya Masjid Al-Aqsa diberikan status khusus di bawah naungan PBB dengan alasan “merupakan situs penting bagi tiga agama”. Pada 1948, perang Arab-Israel pecah. Israel yang memenangkan pertempuran merebut 78 persen wilayah Palestina. Pada tahun itu juga, Israel mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai “negara” yang berdiri di atas tanah negara lain, tanah Palestina. Pada 1967, perang Arab-Israel 2 kembali pecah, Israel mengambil kendali atas Al-Quds Timur, termasuk Kota Tua dan Masjid Al-Aqsa. Sejak itu, Israel semakin gencar mengusir penduduk Palestina, terutama di Al-Quds, dengan memberlakukan kondisi yang sulit bagi mereka. Penduduk Palestina yang lahir di Al-Quds tidak pernah diberikan status kewarganegaraan, lain halnya dengan orang Israel yang lahir di sana. Hal tersebut dilakukan guna memudahkan mereka untuk mengusir penduduk dari rumahnya, kemudian menjadikannya tempat untuk membangun permukiman Israel. Pada 1969, Masjid Al-Aqsa dibakar oleh zionis, mengakibatkan hangusnya mimbar kayu hadiah dari Shalahuddin Al-Ayyubi. Tak hanya membakar, zionis juga menghalangi penduduk yang berusaha memadamkan api dengan cara memutus aliran pompa dan selang air, serta tidak mengizinkan mobil pemadam kebakaran untuk masuk dan memadamkan api.[2] Setelah itu, pada 1980, Israel dengan lancangnya mengeluarkan undang-undang yang menyatakan bahwa Al-Quds merupakan ibu kota Israel. Pernyataan ini ditentang oleh dunia internasional karena dianggap telah melanggar hukum internasional. Akan tetapi, usaha Israel untuk berusaha menguasai Al-Quds dan Masjid Al-Aqsa tidak pernah berhenti. Yahudinisasi terus dilancarkan. Para pemukim terus memasuki Al-Aqsa dengan perlindungan dari tentara Israel. Semakin hari, jumlah mereka semakin banyak, mengganggu ibadah umat Islam dengan tindakan-tindakan provokatif, salah satunya dengan membaca kitab talmud ketika umat Islam sedang beribadah. Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Palestina mengatakan bahwa sepanjang 2021, sebanyak pemukim Israel menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa, dan jumlah ini terus bertambah dari waktu ke waktu. Tak hanya menyerang secara verbal, Israel juga seringkali melakukan penyerangan fisik terhadap penduduk Palestina di Al-Aqsa. Mereka menangkap para Murabithah, perempuan penjaga Masjid Al-Aqsa, kemudian menjebloskan mereka ke penjara tanpa alasan dalam jangka waktu yang lama. Bahkan anak-anak pun diserang dengan peluru hanya karena bermain bola salju di sekitar kompleks Al-Aqsa.[3] Namun, meski akses ke Masjid Al-Aqsa tidak mudah, hal tersebut tidak pernah menyurutkan semangat penduduk Palestina untuk beribadah di masjid yang menjadi kiblat pertama umat Islam ini. Suasana Salat Jumat di Masjid Al-Aqsa Sumber Al-Qastal Pada momen Pekan Al-Aqsa Internasional ini, kita kembali diingatkan bahwa hingga kini zionis masih berusaha menghinakan Masjid Al-Aqsa dengan berbagai upaya Yahudinisasi yang mereka lakukan, menutupi keberkahan Al-Aqsa yang seharusnya bisa dirasakan oleh setiap orang. Ingatlah bahwa Masjid Al-Aqsa tidak membutuhkan kita karena Allah sendiri yang menjaganya, tapi kitalah yang butuh untuk terus menjaga Al-Aqsa, agar kelak kita dapat bersaksi di hadapan Allah bahwa kita peduli dan tidak meninggalkan Al-Aqsa sendiri. [1] Baca kisah lainnya dalam [2] Selengkapnya di [3] Selengkapnya di Salsabila Safitri, Penulis merupakan Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI. Sumber *** Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina. Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina. Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS. - Puisi Taufik Ismail berjudul Palestina, Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu mengisahkan tentang kiblat pertama umat Islam, Masjidil Aqsa, yang kini dikuasai Israel walau berstatus quo. Puisi Taufik Ismail ini mengingatkan soal penyerbuan dan pembakaran oleh Israel di Masjidil Aqsa. Puisi tersebut digubah oleh Taufik Ismail pada tahun 1989, ketika Israel melakukan agresi militer terhadap rakyat Gaza, yang menewaskan wanita dan anak-anak dalam peristiwa Intifada pertama. Berikut teks puisi Taufik Ismail - Palestina, Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu Baca Juga Tradisi Menyambut Bulan Sya'ban Dijamin Rindu Kampung Halaman Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozerdengan suara gemuruh menderu, serasa pasirdan batu bata dinding kamar tidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah. Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka. Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi air mataku. Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kamiIndonesia jua yang dizalimi mereka tapi saksikan tulang muda mereka yang patahakan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar. Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu ter-sayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kami pun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi Allahu Akbar! danBebaskan Palestina! Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta, menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara, membangkangit resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia, membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat dan semua pejuang negeri anda, aku pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalahlaquwwatta illa bi-Llah!’ Bendera Indonesia dan Palestina. Foto Merdeka Hari ini, tanggal 17 Agustus 2020. Bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya ke 75. Begitu syahdunya perayaannya. Ruang-ruang virtual begitu semarang dengan kebahagiaan. Warna merah putih sebagai lambang negara begitu indah mempesona. Pancasila dengan Burung Garudanya nampak gagah berani. Mencengkram ranting dengan jari-jari kaki yang kokoh. Menandakan, korupsi, dan perampasan hak warga yang ada dalam PANCASILA harus dihentikan. Hingga negara ini berdaulat hukumnya tegak, ekonomi makmur, rakyat berkehidupan cukup. Rakyat tidak perlu mengiba mengadu nasib dan masa depannya. Rakyat cukup memilih saat Pilpere, Pileg dan Pilkada orang-orang terbaik. Rakyat tidak perlu berteriak soal ketidakadilan. Rakyat tidak perlu menjerit saat sakit karena mahalnya berobat dan BPJS yang berbelit. Negara yang tanahnya subur ini sejatinya syurga khusus rakyat Indonesia. Kita lihat Palestina hari ini, negara yang memiliki masjid al-Aqsha Kiblat pertama umat Islam. Dalam Isra’ Mi’raj baginda Rasulullah SAW diperjalankan dari masjidil Haram ke masjid al-Aqsha, Palestina sebelum naik ke Sidratul Muntaha. Palestina adalah negeri para nabi. Para pemuka peradaban yang diutus menerangi umat manusia. Ada Nabi Muhammad SAW, nabi Ibrahim as., nabi Yusuf as., nabi Ya’kub as., nabi Luth as., nabi Sulaiman as., nabi Ishak as., nabi Musa as., nabi Isa as., dan nabi Dawud as. Mereka pendekar kemerdekaan manusia dari ketertindasan, dari keterbelakangan. Merdeka Indonesia… seharusnya Palestina juga merdeka. Merdeka warganya dari zionis Israel. Merdeka untuk shalat di masjid al-Aqsha. Merdeka jiwa-jiwa bangsanya. Merdeka pendidikan dan ilmu pengetahuannya. Merdeka semua keturunannya. Merdeka kekayaan alam dan tanah airnya. Atas nama HAM, dana atas nama kemanusiaan. Tidak ada lagi tetesan darah warganya. Tidak ada lagi tangisan ketakutan bom-bom dan kokangan senjata. Tidak ada lagi anak-anak yang kehilangan masa depannya. Kehilangan anggota tubuhnya karena berondongan senapan penjajah Israel. Wahai dunia Arab, bersatulah. Bebaskan bumi Palestina. Oleh Kana Kurniawan Pjs. Ketua Umum PP Pemuda PUI p>The condition of Palestine which has been occupied by Israel for a long time and has yet to be resolved, encourages poets to give birth to literary works in which echoed the suffering experienced by the Palestinian people. One of them is the poem of Maḥmūd Darwīsy entitled "Qaṣīdatu Al-Arḍi" in anthology Al-Aʻmālu Al-Kāmilatu. The poem reflects the message of revealing encouragement for the community in fighting for the Palestinian homeland and bringing up Palestinian nationalism. Therefore, the aim of this study is to uncover the meaning of this poem in relation to defending the Palestinian territories and uniting the nationalism of the people. The theory used in this research is the semiotic theory, which is a discipline that views the poem "Qaṣīdatu Al-Arḍi" in anthology Al-Aʻmālu Al-Kāmilatu as a semiotic marker where the meaning signified requires deeper analysis. Methodologically, this study uses the Michael Riffaterre semiotic model, a method that reveals the meaning of poetry technically using indirect expressions, heuristic readings, and hermeneutic readings. The results of this study found that this poem implies the struggle of the Palestinian people in defending their homeland where the action was manifested in large-scale demonstrations but unfortunately it did not even have any impact. Therefore, the only effective way to do it is by telling it through literary works such as in the title "Qaṣīdatu Al-Arḍi" in the anthology of AlAʻmālu Al-Kāmilatu. The work is a reflection of the suffering of the Palestinian people represented by the author, Maḥmūd Darwīsy, a Palestinian writer.

puisi untuk palestina al aqsa